Kinanti, Surat Penutup


Surat penutup

Kinanti, apa kabar?
Aku yakin kau baik dan sangat bahagia dan aku pun merasakan kalau kau sedang dilanda rasa terima kasih kepada Tuhan. Hidup sudah begitu sempurnakah? Aku merasakan apa yang rasakan meski tak pernah bertemu lagi.

Kinanti,
kau tahu apa yang aku ingin kan dari dulu. Tentang menjadi seekor burung yang bisa terbang tanpa lampu merah di setiap perempatan, tanpa bunyi kelakson di setiap pemberhentian.  Kau tahu burung dapat hingap di mana saja tanpa perlu merasa khawatir. Ia dapat mencari makan sendiri tanpa harus sibuk mencari dulu alat tukarnya. Apa kau pernah lihat burung mati kelaparan, Kinan? Burung hanya mati kalau diterkan pemangsa, atau ditembak manusia, atau sudah waktunya.

Kinan, aku benar ingin menjadi burung. Kalau saja reikarnasi itu benar ada, aku akan memohon kepada tuhan untuk menjadi burung.

Tidak! Aku cuma ingin menjadi burung elang. Gagah, kuat, dan ditakuti. Aku tak mau menjadi butung gereja, atau burung pipit yang mencuri padi petani. Aku ingin menjadi burung elang yang melayang berputar di kaki langit, bersuara lengking yang berkesan bijaksana. Siapa lagi burung dengan kasta tertinggi selain elang? Tak ada Kinan, tak ada. Kalau ada pun, aku tetap mau menjadi elang yang akan setia kepada pasangannya. Burung paling setia, burung gagah melambangkan cinta.

Kinanti,
aku benar benar ingin bertemu denganmu, sekali saja, sebentar saja. kalau boleh tidak mengatakan apa pun, karena aku pun sama tidak akan mengeluarkan sepatah kata. Aku hanya ingin melihatmu saja, Kinan. Melihat senyum manismu, melihat rambut panjang hitammu, melihat lentik jarimu, melihatmu utuh tanpa halanga, tanpa jarak, tanpa waktu. Aku berjanji tidak akan menyentuhmu, sedikitpun tak akan, Kinan. Kalau aku menyentuhmu boleh kau panggil polisi untuk menangkapku, penjarakan aku, siksa aku, tapi satu pintaku, ingin melihatmu dari dekat.

Kinanti,
Aku baru selesai dari drama drama menyedihkan hidup. Aku sudah bisa berjalan meski terseok. Aku tak mau berlari, aku tak punya sepatu, mana bisa aku berlari tanpa sepatu. Siapa orang yang berlari tanpa sepatu, siapa, Kinan? Kalau ada, kaki orang itu pasti terluka, berdarah darah hingga harus diamputasi. Aku tak mau seperti itu. Cukup saja kau berjalan perlahan, menikmati udara kiri kanan, menikmati semburan sinar matahari yang hampir padam. Tanpa drama drama setingan dengan skrip murahan. Aku mau terbebas sepenuhnya dari itu.

Cuaca sore yang cerah adalah hal yang paling sempurna. Itu katamu waktu dulu, Kinan. Kata yang selalu aku ingat dan selalu aku simpan dalam hati. Aku tak penah lupa kata katamu yang selalu menuntunku untuk pergi sejenak, tinggalkan rutinitas, nikmati setiap detik dalam hidupmu. Tapi aku menyesal karena dulu tak pernah menurutinya. Aku benar menyesal, Kinan. Apakah ada sedikit harapan untuk mempebaikinya.

Tidak, Kinan. Aku tidak bisa memperbaikinya sendiri. Aku mau memperbaikinya denganmu, berdua bersama mengikuti apa yang selalu kau katakan. Menikmati setiap detik berdua, bersama. Apakah akan bisa terjadi seperti itu, Kinan? Tolong jawab, tolong. Aku mau memperbaikinya. Aku mau kau ada di sini, Kinan. Aku tak mau membuat surat surat untuk mu seperti ini. Aku mau mengatakannya langsung tanpa kertas dan pena.

Aku mau berhadapan denganmu di meja makan, membicarakan apa yang telah kita lakukan hari ini. Aku mau menikmati masakanmu yang selalu kau ceritakan. Resep masakan warisan orang tuamu yang merupakan hasil warisan nenekmu. Aku mau itu, Kinan. Dengan bunyi sendok yang berada piring, aku ceritakan suasana kantorku dan kau ceritakan gaduhnya kelasmu. Lalu kau akan tertawa saat menceritakan seorang muridmu yang menari nari kegirangan saat melihat hasil pekerjaanya diberi penghargaan olehmu. Aku ingin seperti itu, Kinan. Kumoho, Kinan, aku memohon.

Kinanti,
aku memang orang yang naif. Aku selalu ingin semua keinginanku tercapai. Namun aku lupa tidak semua yang kita inginkan bisa teewujud. Aku memang bodoh, hanya bisa menulis surat ini. Aku memang orang tolol yang cuma bisa berandai andai,

Menjadi elang apanya? Menjadi burung gereja saja aku payah. Aku tak bisa membangun sarangku sendiri, aku tak bisa mencari makanku sendiri. Bagai mana aku menjadi elang yang selalu melindungi. Aku cuma burung yang cacat. Burung dengan sayap yang tak berguna. Burung yang tak berani terbang jauh dari sangkar. Burung yang lupa bagaimana kodratnya menjadi burung. Itu aku, Kinan. Itu aku! Si burung bodoh yang tak tahu menggunakan sayap.

Kinanti,
maaf aku tak bisa menjadi seorang yang berada selalu didekatmu. Tapi aku yakin kau pun tak menginginkannya. Karena, aku ini siapa, cuma seorang yang terlalu pecrcaya kalau kelinci dalam buku Alice itu benar ada. Kalau waktu itu bisa diputar hanya dengan membalikan jarum jam. Siapa lagi orang yang bodoh seperti ini selain aku. Tak ada, Kinan. Tak ada. Aku tekankan sekali lagi. Tak ada orang yang paling bodoh selain aku.

Kinan,
maaf, Kinan, maaf. Aku minta maaf.
Kinan,boleh aku berterima kasih untuk apa saja yang kau perbuat untukku. Untuk ucapan yang dengan atau tanpa sengaja diarahkan untukku. Kinan, aku berterima kasih karena memperkenalkan Frau kepadaku. Aku berterima kasih karena kau mau berdiskusi tentang televisi denganku. Aku berterima kasih karena telah menemaniku dalam perjalanan menuju stasiun, meski hanya dengan pesan pendek. Aku berterima kasih karena pernah menemaniku makan pecel lele, kita berdua kesurupan waktu itu. Kinan, semoga kau masih menyimpan hadiah pemberianku. Aku berterima kasih karena telah sudi berbagi kata sandi denganku. Dan aku berterima kasih karena telah menjadi bagian yang menyenangkan dari pencarianku. Aku senang menunggumu walau gagal. Ini surat terkahirku kepadamu, Kinan.
Kinanti,
maaf aku mencintaimu sedalam ini.

20 Februari 2019
*salam untuk suamimu dan kecup manis untuk Kinanti kecil, anakmu.

READ MORE - Kinanti, Surat Penutup

11 maret 2014 | FF7 | Jatinangor

Sabtu malam, pas tadinya cuma mau nonton berlima, eh datang manusia yang sudah lama nggak ada di Bandung, si koplox Ucox. Dan apa akibatnya, aing duduk terpisah, FAKOP! Tapi biarlah, da niatnya mau nontonkan, jadi mending fokus aja nonton. Meski agak nggak puguh, sebelah lelaki anjis, gila.

Eh pengen review filmnya tapi apa daya, aing mah bukan pencinta film, apalagi yang harus so keren dateng ke 21 atau blitz, nunggu bajakannya aja udah cukup. Cukup lila.

Tapi ada qoute di FF7 yang 'anjis momennya tetap', gini.

"Saya selalu mengatakan, saya menjalani hidup seperempat mil pada satu waktu dan saya pikir itu sebabnya kita bersaudara, karena kamu melakukannya juga. Tidak peduli kamu berada di dunia ini, apakah itu seperempat mil dari sini atau setengah jalan di seluruh dunia. Hal yang paling penting dalam hidup akan selalu menjadi orang di tempat ini, di sini, sekarang. Kamu akan selalu bersamaku, Dan kamu akan selalu menjadi saudaraku." - Dominic Toretto

Dialog akhir di film itu dibikin khusus buat mengenang Paul Walker, pemeran yang meninggal november 2013 pas lagi ditengah tengah suting. Mungkin dialog itu bukan cuma dari Vin Diesel atau yang bikin sekenario atau sutradara, tapi dari seluruh pecinta film FF buat Paul.

Tapi dialog itu juga bukan cuma dari seluruh penggemar FF buat Paul. Dialog itu dari aku buat mereka yang ada di foto. Umur temenan kita belum lama, tapi ada hal yang bikin nggak bisa pisah dari mereka. Satu satunya kumpulan temen yang bisa curhat sebebas bebasnya, seurius. Bahkan ke anak teras yang udah 11 tahun di sana, nggak bisa kayak mereka. Bahkan aing pernah nangis di hadapan mereka, ieu asli. Sampai saat ini belum ada alesan buat ninggali mereka, kalau bisa mah jangan ketemu alesnanyalah, biar gini terus.


Kalau kita udah punya keluarga sendiri sendiri, kita masih tetep bisa kumpulkan? Iya paling nambah anggota, aing dengan istri sendiri, si rani sama suaminya, si desi mah da jeung si omen, si ucok oge jeung si wulan, itu pasti jadi, geura nikah maraneh teh, geus kolot. Dan semoga si iang bisa bareng kumpul lagi, soalnya kita kekurangan orang belegug.

Anjis baru pertama kali aing nulis di blog kayak gini. Gara gara maraneh ERDE!

Bandung, 14 April 2015
READ MORE - 11 maret 2014 | FF7 | Jatinangor

Kisahnya Pada Jam-jam Pagi

Pagi itu cerah, sama seperti pagi lainnya, datar. Cicit burung, suara berisik anak berangkat sekolah, motor-motor para ayah yang siap berangkat kerja, dan suara bising lainnya yang selalu mengganggu paginya. Tidak pernah ada pagi yang beda, semuanya sama, datar.

Begitu pun dihari libur atau tanggal merah, pagi yang sama selalu datang. Bedanya tidak ada suara berisik anak berangkat sekolah, tapi suara anak lelaki yang bermain kelereng dan anak perempuan bermain karet. Sungguh berisik.

Dia memang tidak seperti orang lain yang berada di sana, pekerjaan menuntutnya pergi sore pulang larut pagi, subuh. Jadi seharusnya pagi adalah waktu yang sakral untuk beristirahat setelah lelah mencari nafkah.

Yang menjengkelkan baginya adalah posisi rumahnya yang berada di ujung jalan keluar, dimana semua orang yang keluar masuk pasti akan melewati depan rumahnya. Awal dia memilih rumah di ujung jalan adalah agar ia bisa cepat keluar masuk komplek atau lebih tepatnya ia terlalu banyak berkomunikasi dengan orang-orang di sekitaran. Kini posisi rumahnya menjadi salah satu kesalahan yang dibuatnya sendiri.

Awal, kesendiriannya bukan masalah besar, malah dia sangat nyaman untuk bisa menyendiri, bisa bahagia tanpa terluka, bisa tenang dengan senang. Tapi seiring dengan itu, waktu berubah, ada sesuatu yang terasa terganjal dalam pikirannya, dalam hatinya.

Kebisingan yang diterima tiap harinya, mengikis sedikit demi sedikit batu dalam hatinya. Perasaannya mulai melunak. Apalagi ketika sekitar rumahnya kedatangan penduduk baru. Rumah yang dulu sempat ditempati Kepala Desa, kini ditempati seorang perempuan. Umurnya sekitar 3-5 tahun dibawahnya. Ia pasti terlihat dijam pagi saat burung senang bernyanyi, saat ayah-ayah memanaskan motor untuk kerja, dan anak-anak pergi sekolah. Perempuan itu pasti dilihatnya saat itu, saat seorang anak lelaki berseragam merah putih berangkat sekolah. Perempuan itu mengantarkan anaknya.

Perempuan itu sudah tidak bersuami, suaminya telah meninggal. Itu pun yang menjadi alasan mengapa ia harus berpindah tempat tinggal. Perempuan itu yang sekarang menanggung semua biaya hidupnya sendiri dan anak semata wayangnya. Rumah suaminya dibilangan komplek elit harus dijualnya, karena perusahaan tempat almarhum suaminya dulu bekerja tidak memberi biaya apa pun. Hasil penjualan rumah dipakai perempuan itu untuk membeli rumah yang lebih sederhana dan sisanya untuk modal usaha. Perempuan yang tegar dengan mata yang indah.

Mata yang indah yang membuatnya menyukai perempuan itu. Ia ingat saat dulu mereka bertemu. Saat itu ia baru pulang dari pekerjaannya, pagi hari. Ia sengaja pulang agak lambat untuk menghindari berbagai bising pagi. Saat hampir sampai rumah, ia berpapasan dengan perempuan yang mengenakan jaket longgar warna merah dan rok dibawah lutut sedang menggandeng anak dengan seragam merah putih. Perempuan itu tersenyum manis kepadanya. Mulai saat itu ada sesuatu dalam hatinya yang meminta keramaian, sepi hinggap terlalu lama.

Hari-hari berikutnya ia tak mau melawatkan kesempatan yang hanya datang saat pagi, karena siang saat perempuan itu kembali dengan anaknya, ia telah tertidur pulas. Kini setiap harinya ia tak ingin pulang terlambat ke rumah dan setiap hari ia menyempatkan untuk berada di halaman, kadang ia sedang menyapu, atau membaca koran dan minum secangkir kopi, kadang juga sedang menyirami tanaman di halamannya yang padahal dulu ia tidak pernah peduli tanamannya. Meski kegiatan itu hanya mengurangi jam tidurnya, tapi itu dilakukan semata hanya untuk mendapat senyumnya bahkan kalau sedang beruntung ia akan mendapatkan ucapan selamat pagi.

Hari demi hari senyuman itu terus didapat tanpa sedikit mengurangi arti senyumnya. Hingga suatu hari ada yang berubah, senyuman pagi kini hilang. Seminggu sudah senyumnya kini tiada. Ia mencari senyumannya. Sepulang kerja tak ada lagi nongkrong dengan kopi di depan halaman, atau pura-pura menyapu halaman, apalagi harus capek menyirami tanaman yang tumbuh sembarangan. Sepulang kerja ia langsung berjalan mengitar rumah-rumah di sekitar rumahnya, dan selalu sengaja untuk melewati rumah perempuan yang dicari senyumnya.

Hari ke hari ia terus mencari. Meski lelah ia harus, karena itu yang membuat sepinya hilang. Hari ketujuh pencariannya, ada sebuah kertas putih yang sudah diprint dengan tinta hitam bertuliskan "DIJUAL". Perempuan itu pergi, membawa senyumannya. Ia kembali sepi, lagi.

Pagi yang cerah, sama seperti pagi lainnya, datar. Cicit burung, suara berisik anak berangkat sekolah, motor-motor para ayah yang siap berangkat kerja, dan suara bising lainnya yang selalu mengganggu paginya. Paginya kini sama seperti dulu, semuanya sama, datar.

Bandung, 10 April 2015
READ MORE - Kisahnya Pada Jam-jam Pagi

Sebuah Permintaan

1. Satu permintaan yang tak pernah Elkan berikan kepadanya. Sungguh tak pernah sanggup ia memberikannya. Permintaan yang sulit baginya.
2. Elkan sudah sangat sering berusaha mencari, tetap tak pernah didapatkannya. Permintaan itu selalu Elkan dapatkan, tiap hari, tiap jam.
3. Cuma ada satu kata yang selalu Elkan berikan setelah permintaan itu terucap, "sabar". Tidak ada kata pengantar lainnya, atau sebuah janji.
4. Seberapa lelahnya Elkan mencari yang pasti tidak pernah memberikan janji. Itu berat menurutnya, memungkiri sama dengan jatuh harga diri.
5. Hari itu ia merengek meminta Elkan medapatkannya, lagi. Berbeda, ia menjadi ganas, barang apa pun di dekatnya dilempar kearah tembok.
6. Alhasil kamarnya menjadi berantakan, kapal pecah pun kalah. Elkan bingung dengan apa yang terjadi, dan bingung harus berbuat apa.
7. Kejadian seperti ini baru kali pertama. Ia menangis sejadinya dan meminta Elkan segera mendapatkannya. Ancaman pun mulai terlontar.
8. Dari mogok makan hingga bunuh diri ia lontarkan. Elkan menenangkannya dengan satu kata "sabar". Tapi tangisannya semakin menjadi.
9. Elkan tak tahu harus berbuat apa, kehabisan ide. Kehabisan kata-kata untuk menenangkannya. Kehabisan cara membuatnya reda.
10. Elkan mendekatinya yang sedang menangis sejadinya, kemudian memeluknya, mendekap, menciumi rambutnya. Elkan menangis sendu, sedih.
11. Elkan tak tak pernah bisa mengabulkan permintaan anaknya tersebut. Dulu anaknya adalah gadis yang cantik dan periang, selalu tersenyum.
12. Hingga suatu kejadian menimpa dirinya, ia kecelakaan saat bermain bersama ibunya. Ibunya yang juga istri Elkan meninggal saat kecelakaan.
13. Dan ia sendiri mengalami kebutaan total yang membuatnya trauma. Ia tidak pernah tahu ibunya meninggal, Elkan tidak tega memberitahunya.
14. Suatu saat ia harus mengetahuinya, Elkan mengerti itu. Saat ini Elkan cuma harus menenangkannya, meredakan tangisannya.
15. Ia meronta dipelukan Elkan, menangis dan teriak-teriak keras. Elkan tetap memelukanya, tersedu dan masih mencoba menenangkannya.
16. Hampir sejam ia dipelukan Elkan, kini mulai tenang. Cuma tangis sendu yang terdengar, matanya sembab berkaca air mata.
17. Dalam tangisan kecil Elkan berkata, "maaf nak, ayah belum bisa memberikan pelangi yang kau minta." Sepi, hening cukup lama.
18. Sepi pecah cuma dengan kalimat yang ia ucapkan, "ayah aku mau ketemu ibu."
19. "Aku juga merindukannya, nak." Pelukan Elkan semakin erat.
20. Selesai.


Bandung 1 April 2015
READ MORE - Sebuah Permintaan

Kiamat Kecil

Ada kebiasaan yang selalu datang pada Yumi tiap bulan, itu berulang, dan sakit. Andra tidak pernah mau mengerti kalau waktunya tiba itu bisa sangat menyakitkan. Kiamat kecil ia sering bilang.

Waktu itu hujan, jalan kota macet. Ada pohon tumbang di perempatan. Andra masih belum mau berdiri dari kursi di gedung lantai 7, padahal sudah tidak ada yang harus dikerjakan. Hujan memang bikin malas keluar. Jarum pendek jam sudah menunjukan ke angka 7. Selancaran di dunia maya mungkin bisa mententramkan hatinya. Dari pagi sudah ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ada sesuatu yang tidak enak dirasakannya. Andra tahu ada kejadian yang tidak terduga nantinya. Ia tak mau mengambil resiko dengan pulang cepat-cepat, diluar petirnya besar.

Dua jam berlalu, hujan pun sudah mulai reda. Andra siap bergegas pulang. Cuaca kota tanpa hujan sudah lumayan dingin tapi apa jadi nya kalau ditambah dengan guyuran air, itu melipat gandakan dingin. Saat seperti ini pikiran Andra cuma tertuju pada Yumi. Tak mempedulikan ketidakenakkan hatinya gas ditancap, mobil bergerak dengan cepat.

Setengah jam berlalu, Andra sudah sampai. Jalan sudah aman dari macet.

"Hai." Andra menyapa. "Kamu tidak lagi kiamat kecilkan? Ini habis hujan, sayang." Genit.

"Aku terlambat." Mata Yumi berkaca.

"Magsudmu?" Andra kaget. Mungkin ini 'ketidakenakhatian'nya dari pagi, hati memang susah dibohongi.

"Iya! Aku terlambat! Aku terlambat!" Senyum simpul tergambar di wajahnya.

"Kamu hamil?" Wajah Andra bersinar cerah.

"Iya, sebentar lagi kita akan menjadi orangtua." Yumi menangis haru.

"Aku mencintaimu, Mah."

"Aku mau dipanggil 'Ibu'."

Selesai
Bandung, 20 Maret 2015
*Cerita gagal dapst kuis
READ MORE - Kiamat Kecil

Kinanti #10, Apa Reinkarnasi Itu Ada?

Kinan, kamu sehat?

Kalau flu, emang lagi musimnya sih. Kemarin flu sempat hinggap padaku. Tidak enak rasanya harus terus minum setiap saat, tenggorokan kering, mulut kena sariawan. Tapi untung sudah berakhir penderitaan. Tinggal sekarang aku mau tanya.

Kinan, kapan terkahir kali kamu berfirkir ingin reinkarnasi?
Aku baru saja berfikir seperti itu. Enak rasanya kalau jadi kupu-kupu, tak merasakan hidup bertahun-tahun. Cukup singkat tapi dikagumi, tak pernah dipusingkan harus berbuat apa ketika tak diberi tugas tetap. Yah karena memang tugas kupu-kupu cukup untuk dikagumikan.

Kinan, ingat tidak saat di lapang sepakbola, saat kamu ingin melihat anak-anak berlatih. Mereka berlari mengejar bola tanpa ada beban. Mereka hanya fokus bermain tidak peduli sekeliling, bahkan ayah ibu mereka yang mengantarkan. Lalu saat itu kau berkata, "Aku ingin seperti mereka, yang terus bermain. Aku tak pernah ingin menjadi saat ini. Terlalu banyak keinginan. Anak-anak terlalu sederhana, aku ingin."

Kinan, kini aku mengerti apa magsud katamu saat itu. Sesederhanakah hidup kita, hanya manusia dengan hati yang mampu menjawab.

Kinan, coba tebak aku ingin reinkarnasi manjadi apa? Bukan kupu-kupu. Aku ingin menjadi fungi, iya jamur. Aku rindu kamu, Kinanti.

Bandung, 17 Maret 2015
Saat di kantor semua sibuk dengan tugasnya, tapi sendirinya bengong.
READ MORE - Kinanti #10, Apa Reinkarnasi Itu Ada?

Halte

1. Lama lelaki itu duduk di halte bus, sudah sekitar 2 jam ia di sana. Entah apa yg ditunggu, bukan bus. #isengCerita

2. Berapa puluh bus yang berhenti ia tetap tak bergeming, diam. Tak jelas pula apa yg dilihat, pandangannya kosong kedepan. #isengCerita

3. Sesekali ia melihat jam tangannya dan kembali melihat kedepan, hambar. Matahari sudah condong ke barat, angin biasa saja. #isengCerita

4. Cuaca cukup ramah untuk lelaki paruhbaya ini, faktor usia memang rentan penyakit terkena angin. #isengCerita

5. Dengan planel biru lengan panjang dan celana bahan hitam pekat iya terlihat tampak muram, wajahnya datar. #isengCerita

6. Entah yang keberapakalinya bus kembali berhenti, lelaki itu tetap diam. "Selamat sore, Josh." Sapa supir lagi, tak digubris. #isengCerita

7. "Hey, apa kabar?" Tiba-tiba perempuan menghampiri dan duduk di sebelahnya. "Saya Lisha." Menawarinya berjabat tangan. #isengCerita

8. "Orlando?" Lelaki itu menggeleng. "Aku harus kesana, sepupuku kecelakaan td siang. Semoga tak terlambat. Ia sepupu terbaik." #isengCerita

9. "Kami dibesarkan bersamaan oleh nenekku. Setelah besar kami dipisahkan untuk urusan akdemik." Tatapan lelaki itu mulai fokus #isengCerita

10. Cerita perempuan tadi mengaburkan lamunannya yang sudah lebih 2 jam. Entah apa yg menarik perhatiannya, Lisha menyenangkan. #isengCerita

11. Bus datang lagi, ini yang ditunggu Lisha. "Hey Josh." Sapa supir lagi. Berbeda, lelaki itu mengacungkan tangan kanannya. #isengCerita

12. "Ini busku. Aku harus pergi." Lisha berdiri, "Kau sudah lama? Untuk alasan apa pun kau juga harus pergi, tak baik untuk kesehatanmu."

13. "Namamu?" Tanya perempuan itu. "Josh. Edward Josh." Jawab lelaki itu. "Josh, nama sepupuku Grace. Ia kelainan, autis." Lalu menaiki bus.

14. "Semoga harimu menyenangkan Josh." Kata supir dari dalam bus. "Iya, terimakasih." Jawab lelaki itu. Perlahan bus itu menjauh, juga Lisha

15. Lelaki itu kembali melihat jamnya. Sudah 2 setengah jam iya duduk. Ini sudah lebih dari waktu normalnya berdiam. Segera ia harus kembali

16. Sejenak lelaki itu diam mengingat kata perempuan tadi, 'untuk alasan apa pun, kau juga harus pergi', "apa magsudnya?" Tanyanya dlm hati.

17. Sinar matahari hanya tinggal menyisakan serpihan cahaya dibalik dedaunan. Langit mulai merah, lembayung. Tak lama lelaki itu berdiri.

18. Lelaki itu pergi dgn kata-kata yg tak sempat diucap. "Lisha, kamu mirip istriku saat masih muda, ia meninggal tertabrak di halte tadi."

Rancaekek, januari 2015

READ MORE - Halte

Pot

1. Meja segitiga disudut ruangan yang cukup luas untuk menampung puluhan orang itu seperti tidak pernah terganggu. Diam kokoh, tak rapuh.

2. Warna coklat mengkilat dengan garis tipis sembarangan warna hitam menunjukan citra sederhana namun terlihat tampak mewah.

3. Meja dengan tinggi tidak lebih dari sepinggang orang dewasa itu terlihat bersih seperti baru keluar dari pabrik mebel terkenal.

4. Tepat di seberang meja di sudut dengan garis lurus, Tira duduk di depan meja bundar kecil berteman secangkir kopi. Kopi ke tiganya.

5. Bukan meja dengan ukiran seniman hebat yang ia perhatikan. Terlebih dari itu ada benda unik yang berada tepat di atasnya.

6. Tira senang mengamatinya. Sudah minggu ke lima ia datang ke tempat itu, rutin tiap jumat sore.

7. Sebuah pot dari kaleng bekas biskuit bergambar seorang ibu yang sedang menuangkan minuman kedalam gelas anaknya. Itu menjadi fokusnya.

8. Fokus dari minggu pertama ia datang ke tempat itu tidak berubah. Tira jatuh cinta.

9. Pukul 7 malam, waktu yang sama untuk bergegas pulang dengan tergesa. Tira tak mau perlahan meninggalkannya, hanya memperlambat luka.

10. Seminggu dari itu ia akan kembali ke tempat yang sama dan memandang lurus ke benda sama.

11. Tira jatuh cinta, tanpa alasan.

Rancaekek, januari 2015

READ MORE - Pot

Sakitnya tuh di disini, malu sama kucing, dan Indonesia raya

Coba seberapa sering kita mendengarkan musik? Musik lokal atau interlokal? Ada yang pernah menghitungnya? Jelas tidak pernah, kita hanya menikmatinya bukan mau itung itungan, nikmat tidak bisa dikalkulasi.

Di dunia yang serba cepat ini kita tidak pernah menduga apa yang akan terjadi dikemudian hari. Seperti meme 'sakitnya tuh di sini'. Siapa yg menyangka meme tersebut akan menjadi buah bibir orang banyak yang padahal dulu cuma netizen saja yang menikmatinya. Kini ibu-ibu pengajian, bapak petani, anak ingusan, dan remaja yang masih minta bantu operator warnet untuk kirim email, semuanya tahu ada 'sakitnya tuh di sini. Yah, kita harus berterima kasih kepada Cita Citata yang telah mempopulerkan lagu itu. Lagu dengan genre dangdut remix yang saat ini sedang hepening dan telah mengalahkan koplo jingkrak, kini sudah menjadi perbincangan seluruh Indonesia. Jadi siapa yang tidak tahu lagu ini, kalian ketiggalan jaman bray. Kalau kita tanya orang yang suka musik underground, seperti metal, hardcore, punk, dll, apakah mereka tahu 'sakitnya tuh di sini'? Mereka akan tahu, karena media bahkan penjual mp3 bajakan pinggir jalan memutar lagu ini. Tapi apakah mereka akan suka? Mungkin sebagian akan suka dan sebagian akan jawab 'sudi teuing ah' (re: tak sudi aku). Terlepas dari suka atau tidak suka yang pasti kita sudah tahu dan hafal sedikit nada-nadanya, minimal reff.

Tak kalah dari 'sakitnya tuh di sini' ada lagu anak yang kini juga menjadi bahan obrolan ketika kumpul teman. Yap, 'malu sama kucing' yang dinyanyikan oleh adik kandung dari Bastian Steel mantan anggota Cowboy Jr, Romaria. Dari hujanan lagu cinta remaja kini hadir lagu anak dengan lirik lumayan buat anak dan dinyanyikan oleh anak, dari anak oleh anak untuk anak. Sebetulnya lagu seperti ini bukan kali ini saja. Tahun 90an lagu anak bahkan menjadi yang terdepan di stasiun televisi, hanya kalah dari dewa 19, wayang, dan basejam. Hampir seluruh televisi nasional mempunyai program tersendiri untuk anak, seperti cilukba, tralala trilili, dunia anak-anak, dan lainnya. 'Malu sama kucing' jadi penyegaran edukasi anak melalui lagu. Selain buat anak, jomblo pun bisa, jangan nangis mblo malu sama kucing.

Kedigjayaan lagu senantiasa akan berubah setiap waktunya, kita pasti akan disuguhkan dengan lagu baru yang lebih hits nantinya. Tapi sesuatu yang jelas, Indonesia Raya pasti ada setiap akhir siaran televisi.

Rancaekek, januari 2015

READ MORE - Sakitnya tuh di disini, malu sama kucing, dan Indonesia raya

Jam

Tik tok tik tok
Denting denting jam ranting
Jam ragu
Jam tak berhulu
Memulai kapan berakhir entah
Coba tanya waktu dijawab ragu
Jam ragu
Jam tak berhulu
Masa depan lurus kedepan
Kebelakang cuma menengok
Cepat lihat kembali
Masa depan lurus kedepan
Pulang kemana berawal dari mana
Dari kapan sampai entah
Coba prediksi hari
Tak bisa waktu dijawab ragu
Jam ragu
Jam tak berhulu
Masa depan lurus kedepan
Kebelakang cuma menengok

Rancaekek, januari 2015

READ MORE - Jam