Selamat pagi Kinanti, matahari pasti menyapamu dengan hangat, atau burung sedang menyanyikanmu sebuah lagu dengan kicaunya, juga para bunga yang menebar senyum dengan warna-warna cantiknya.
Kinanti,
Apa kau ingat Aryo teman kita waktu dulu, teman saat kita mendaki semeru. Orangnya kecil tak terlalu besar, tingginyapun tak jauh beda dengan kau. Ingat kau, Kinan. Cobalah kau ingat-ingat lagi. Orang yang tak banyak bicara dengan kacamata berlensa cukup tabal untuk ukuran remaja seumuran kita dulu. Dengan celana panjang coklat dan kemeja putih, yang kita anggap dia adalah manusia paling jenius yang pernah ada, mengalahkan Einstend. Sudah ingat, Kinan. Tunggu, mungkin kau ingat, dia pernah menambakan bunga-bunga di taman kita. Pohon-pohon kecil dan beberapa pohon buah. Saat itu kau menyangka aku yang melakukannya. Yah, Aryo, semoga saja kau ingat, Kinan. Tak sengaja kemarin aku bertemu dengan mantan calon istrinya saat dulu kita bersama. Dia bercerita Aryo telah meninggal dunia, Kinan. Dia overdosis. Begitu cepatnya waktu, saat semua berpisah banyak yang berubah. Aryo jadi pemakai karena lingkungannya juga berubah. Dia bekerja di tempat yang banyak pemakainya. Orang baik seperti dia saja dapat pula berubah menjadi seperti itu, Kinan, akibat lingkungannnya, akibat tak dapat mengontrol diri. Sudah cukup dewasakah kita semua untuk ini. Sampai kapan, Kinan, sampai kapan. Aku tak ingin seperti dia, Kinan. Aku tak mau memandang dunia dengan cara mereka. Kau yang memberiku kekuatan seperti ini, kau yang dapat membantuku mengalahkan waktu, janji mu itu, Kinan, janjimu. Semoga kau ingat.
Maaf, emosiku sedang tidak stabil. Aku terlalu jenuh, semua bayangan hanya dirimu. Pekerjaan ini tak dapat mengalahkan ingatanku padamu. Bahkan kesibukanku ini, Kinan. Kau harus tahu sekarang. Maafkan aku.
Kinanti,
Kemarahanku ini bukan seutuhnya untukmu, ini pun untuk dunia. Untuk mereka yang tak pernah mengerti. Untuk Aryo yang tak tahu hidup itu begitu singkat. Untuk mantan calon istrinya yang aku tahu tangisannya tak berhenti sejak seminggu Aryo mati. Untuk aku yang tak tahu betapa rindu itu sangat indah, yang tak pernah tahu rindu itu sebagian dari rasa cinta, rasa yang kuat untuk apa yang disebut. Untuk taman kita. Rasa marah itu sekarang bagian dari rinduku, Kinan. Aku ingin menikmati kamarahanku, menikmati rinduku, dengan tak satu pun aku tahu tentang dunia, tentang harapan, tentang kenangan, bahkan tentang cinta. Aku cuma ingin kau tahu betapa aku merindu dengan kemarahanku, Kinan. Rindu yang sejadi-jadinya, marah dengan senikmat-nikmatnya. Aku ingin kau disini lagi, melihat kemarahanku, melihat rinduku. Tenangkan marahku, hilangkan rinduku. Bersama pelukanmu sebagai senjata dimana aku selalu tak bisa tak menyerah. Tapi sayang kau tak ada di sini, di dekatku. Bahkan bangku dan lampu, bunga dan akasia. Mereka, mereka, aku merindu mereka Kinan. Aku akan menjenguk mereka, Kinan. Aku lupa mereka sudah tak ada, lampu-lampu kota, gedung-gedung tinggi yang sekarang bercerita. Tak ada akasia, tak ada bunga jingga, tak ada lampu, tak ada bangku, tak ada kau, tak ada kau, tak ada kau, Kinanti, tak ada kau.
Aku tak tahu kenapa hari ini begitu emosi buatku, begitu memuncak kemarahanku, begitu terasa rasa rinduku. Hari ini minggu, dan aku hanya aku yang yang tak datang pada pasar seni semalam, aku tak begitu enak badan, aku sakit ringan, jangan khawatir, Kinan, aku menyayangimu.
21022012-11.17
0 komentar:
Posting Komentar