Cupiinya Uti

Bukan ikan yang sembarang ada di sungai-sungai atau di laut, Amazon pun takkan memilikinya. Rawa-rawa yang hijau dan pekat tidak pula dapat menghidupi ikan spesial ini. Selokan kotor penuh jentik nyamuk itu sebagian dari kehidupannya dan tentunya makannya.

Dia memang ikan kotor yang tidak tahu tatakrama. Tapi tatakramakan hanya dibentuk oleh segerombolan kaum yang tidak pernah tahu bagaimana kehidupan sekitar, tapi sudahlah ini kan hanya ikan, memiliki otakpun barangkali. Apalagi punya hati. Tapi mungkin bisa saja punya hati, buktinya dia bisa berkembangbiak, berarti dia punya cinta. Atau mungkin dia cuma punya nafsu. Apa sih jadi mikirin ikan.

Akuarium ruang tamu memang sudah sekian lama tidak memiliki isi lagi. Hanya si cupii, cupang lucu milik adik paling kecilku. Umurnya juga baru sembilan tahun, masih SD kelas empat tahun. Cantik, tapi kelakuannya itu mirip banget lakilaki. Nakal, tomboy, dan cantik mirip kakaknya tentu. Si cupii dia beli waktu tigabulan lalu. Sebenarnya tanpa ada kesengajaan belinya. Waktu itu ada tukang ikan lewat, biasa anakkecil seneng lihat yang rame-rame. Tapi dasar anak badung, plastik yang didalamnya ada si cupii jatuh, pecah, dan harus dibeli.

Anakkecil segede Uti mana ada yang tanggungjawabnya sudah terbentuk-Namanya Muti, Mutiara, tapi aku suka manggilnya Uti. Buktinya tigabulan si cupii bisa hidup nyaman di akuarium yang tidak terlalu besar. Uti memang rajin, makanpun dia jadwal pagi, sore. Cukup duakali katanya biar, kalau labih bisa jadi gendut, terus cepet mati. Setiap minggu sore rumah si cupii bersihin, dikuras, tapi kalau disuruh sama mamah itu juga.

Sampai suatu saat libur sekolah sudah tiba dan sepertinya rumah nenek jadi sasaran. Rumah di sekitaran kaki gunung daerah jadi tempat yang kami singgahi saat libur sekarang. Dasar si Uti, rasa sayang terhadap ikan kecil itu ternyata melebihi apapun untuk sekarang. Dia bawa juga si cupii liburan.

Hari pertama sampai Uti langsung mengajak jalan-jalan si cupii keliling rumah nenek. Aku coba ikuti dia dari belakang, secara sembunyi-sembunyi tentunya. Entah kenapa juga aku ngikutin si tomboy itu sembunyi-sembunyi, padahal barengpun si Uti mana mau marah, aku kan kakaknya. Sepanjang jalan nyanyian-nyanyian tak sedikitpun terhenti dari mulut cerewet Uti. Aku tetap mengikutinya dari berlakang, sembunyi-sembunyi pula.

Tiba pada danau kecil di kaki gunung tersebut. Uti yang sedari tadi memegang toples kecil dengan si cupii di dalamnya tiba-tiba jatuh. Si cupii loncat-loncat, insangnya tak sedikitpun mendapatkan air. Seperti manusia yang tidak mendapatkan oksigen, si cupii merasa sesaknafas. Sedikit demi sedikit si cupii loncat mendekati danau. Uti yang teriak-teriak hendak menangkap si cupii terus berusaha keras. Aku yang diam agak jauh terus memantai dan kelihat sedikit agak lucu liat anak badung teriak-teriak. Sampai tiba-tiba si cupii masuk ke danau. Uti nangis sejadinya, bagaimana tidak, binatang kesayangannya selama tigabulan kebelakang adalah teman yang paling setia, tidak kurang hampir seharian kerjaannya melototin si cupii di akuarium tengah rumah.

Aku yang tidak tega melihat adikku tersayang nangis lalu mendekatinya. Dia pun kaget melihatku ada di sebelahnya.

Kakak ngapain ada di sini? Sambil nangis Uti bertanya.
Cuma pengen tahu aja kamu mau kemana.
Si cupii kak, cupii nyemplung ke danau. Nangisnya semakin menjadi, berisik, untung di alam bebas.
Terus maunya gimana?
Gatau kak.
Uti, si cupii tuh emang binatang yang harusnya hidup di luar, bukan di akuarium. Ga ada mahluk yang mau di kurung seperti itu. Emang Uti mau kalau dikurung-kurung gitu? Aku mencoba menjelaskan.
Tapikan Uti kasih makan kak. Nangisnya pun sedikit mereda.
makannan apa yang dikasih? Belikan? Emang sehat buat si cupii, kalau di sini si cupii tau apa yang terbaik buat dia. Dia bisa bebas pilih makannan yang disukanya. Kalau di rumah dia bosen makannya itu-itu mulu. Uti terlihat agak mengerti dengan apa yang aku ucapkan.
Tapi dia sehat-sehat aja kak.
Kita ga tau pasti, fisiknya sehat belum tentukan hatinya sehat. Sudahlah Uti biarin aja si cupii di sini, nanti kalau kau kangenkan kamu bisa main ke sini, siapa tau nanti si cupii udah segede kamu. Ayo kita pulang udah sore, nanti mamah nanyain lagi.

Kami beranjak pulang dengan sebuah pengalaman yang di dapatkan Uti. Entah apa yang diambil dari sedikit pembelajaran yang didapat. Aku pun tak terlalu mengerti apa yang telah terjadi tadi. Tetapi selama di perjalanan pulang Uti masih tetap bernyanyi, itu tandanya Uti masih sangat senang meski tanpa cupii. Selamt tinggal cupii kami akan merindukanmu.

27 Des '11
Untuk semua orang yang pernah, sedang, dan akan memelihara berbagai macam binatang.
Dan untuk Orangutan dan binatang lainnya yang semakin langka.

0 komentar:

Posting Komentar