Kinanti, dulu kita pernah berjanji didepan stasiun kereta saat kau hendak pulang kampung. Stasiun yang berjarak 2km dari taman bunga kita, bunga jingga dan pohon akasia. Stasiun yang sedang ramai berita, para partai berusaha berkuasa, berebut kursi pada parlemen di dalam negri bahkan di luar. Mereka berkampanye, menyerukan agar mereka dipilih. Entah dipilih untuk apa saat itu, karena aku hanya ingat pada janji kita berdua. Janjimu yang akan kembali setelah selesai menjenguk semua keluarga, dan janjiku kepadamu setelah pulang akan nikahi dirimu. Dan ke dua janji itu tidak terbukti, aku mengingkari janjiku karena dirimu mengingkari janjimu.
Kinanti, saat keretamu berangkat aku melihat seorang pria paruh baya sedang dipukuli. Pria dengan janggut lebat dan rambut sedikit gimbal itu mencuri sekotak bungkus nasi di warung Bu Gita kata orang bilang. Muka pria itu biru, bibirnya bengkak, bahkan banyak goresan-goresan kecil yang mengakibatkan darahnya keluar. Aku tak tega melihat pria itu, adaikan aku orang yang berpengaruh aku akan bela pria itu. Setelah pria pingsan dan dibuang dari stasiun aku menolongnya. Aku bawa dia ke rumah dan aku obati lukanya. Setelah pria itu sadar aku makan bersamanya dan bertanya kenapa dia mencuri. Dia menjawab, anaknya yang ke 2 sakit dan anaknya perlu makan untuk kesembuhannya, dia tak punya uang untuk membeli. Kamu tahu tidak, tenyata pria itu ayah dari anak yang aku temui di bangku, di taman bunga kita saat aku menunggumu.
Kinanti, 6 tahun pada tanggal awal bulan aku selalu menunggumu di stasiun itu.
Kamis, 2 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar