Dalam 1 2 3 Sebuah Karya

Tiga hari sudah saya terbang bersama jutaan mimpi yang memang saya kehendaki datangnya dalam dunia. Bersama desir keluarga yang memang di inginkan keberadaannya. Keluarga ini bukan keluarga dari silsilah kakek buyut, tapi keluarga yang memang keturunan dari manusia peratma didunia, Adam. Tiga hari kurang dari beberapa jam ini saya kuras tenaga bersama cikal bakal generasi penerus budaya, semoga. Sekitar belasan hingga mencapai dua puluh lebih anggota menghadiri sesi dimana perubahan segi akting dari panggung menuju gambar bergerak.

Rencana para tetua menyampaikan keinginannya dalam hal memperbaiki sesuatu dalam kegiatan di masa liburan, berubah menjadi agenda dalam mencitrakan sebuah karya seni di bidang akting. Sebuah film pendek yang entah berdurasi berapa menit di mulai hari senin hari, saat matahari berjelagar pada sudut seratus dua puluh derajat setelah sunrice. Sekitar kurang lebih jam satu siang beberapa anggota dan simpatisan ingin mengeluarkan ekspresi dalam tidakan nyata. awal langkah sebuah cerita tentang anak remaja sekolah yang mendapat guncangan saat ujian akhir yang gagal akhirnya meninggal, ternyata menjadi sebuah film yang menghabiskan banyak tempat waktu bahkan pemain. Yang terpenting saat ini adalah suarayang akan di hasilkan oleh handycam atau camera digital yang akan di gunakan nanti pasti akan sangat jauh kualitasnya.

Cerita tanpa suara dengan tiga wanita dan satu bangku taman yang mengisahkan beberapa kejadian akan di angkat menjadi sebuah perubahan komunitas teater sekolah. Konsep yang sudah matang lalu di kaji ulang berdasarkan kemampuat dalam tehnologi yang di miliki setiap simpatisan yang akan mengikuti peperangan ini. Handycam dangan kualitas yang tidak begitu megah yang di pinjam seorang teman dan sebuah kamera digital dari simpatisan yang akan menghajar jalanan, di gunakan untuk sebuah mahakarya dari anak berumur belasan dalam menaklukan perubahan jaman. Dan beberapa jadwal pengambilan gambar yang di mlai dari pagi hingga sore sebelum magrib.

Hari ke-dua dimana hari yang menentukan para anggota yang berlalulalang didepan kamera di bagi ketika matahari belum mencapai batas bumi, jam sepuluh pagi. Sekitah dua puluh lebih orang memadati teras rumah seorang anggota yang lebih tua dari umur mereka. Di mulai pembagian tugas dari setiap seksi yang tidak begitu banyak keperluannya dan yang terpenting adalah pemilihan karakter yang cocok untuk beberapa adegan dalam tiga sesi karakter pemeran. Sore setelah berkumandang adzan ashar semua terselesaikan dalam hal pembagian dan semua berpulang untuk mempersiapkan kenyataan.

Penentuan peperangan di mulai hari ini, hari ke-tiga setelah dari hari senin kemarin merumuskan beberapa faktor utama yang akan di hahapai sekarang. Disebuah lapang yang berbentuk segitiga kami melakukan tes jalanan yang berujung pada pengmbilan gambar yang tidak begitu sempurna tetapi menjadi sangat berirama. Ketika matahari yang malu-malu mulai memperlihatkan batang hidungnya sedikit demi sedikit, kami memulai proses tersebut. Semua yang berada disekeliling kami adalah orang yang awam dalam kegiatan seperti ini. Entah berawal dari mana ini dilakukan yang jelas kami sudah langsung memproses pengambilan gambar dalam skala yang tidak cukup besar. Sesi pagi terelesaikan dalam waktu beberapa menit tidak lebih dari 3 jam kami berlama-lama disana. Sesi istirahat dan jam tiga mulai edisi dua.

Awan sedikit temarau, hitam dan agak pucat, tapi untungnya sinar matahari masih ada meski sedikit dari yang di perkirakan. Pengambilan gambar di mulai. Semua terlihat tetawa renyah menyaksikan temannya beradu dengan kamera yang hanya beberapa pixel dengan kualitas jauh untuk sebuah film. Tapi semangat dari semua yang hadir itu yang menjadikan semua sangat berbahagia. Hujan mulai mengguyur bumi, dan lapangan segitiga yang ditempati. Seribu kali bersyukur karena pengambilan gambar yang terakhir adalah saat dimana suasana hujan dan gerimis yang berhadapan dengan sebuah bangku yang menghadap perlintasan kereta api. Suara gemericik air yang jatuh dari dasar langit membuat suasana hangat dalam berhimpitan pada sebuah pos yang hampir tidak pernah terpakai. Riuh tawa dan guyonan dari para anggota membuat semakin hangat suasana yang sedang di selimuti jatuhnya air hujan. Hujan yang tak kunjung reda memaksa kami untuk melanjutkan perjalanan terhadap rumah yang terpisah dengan keadaan basah dan hangat tawa. Perjuangan kita belum berakhir dalam karya yang jenaka, hajar terus puaka dalam senja yang mendekati padamnya malam.

* 181920 Di bulan April 2011.
Kekeluargaan yang di rasa sore saat hujan 19 april lalu menjadi kopi penghangat suasana dingin jatuhnya air dari dasar langit, keindahan daun yang tertetes jutaan air menjadi background terindah dalam pekat langit sore itu. Besama semua disaat cinta berlabuh untuk nama bersama sebuah karya disekeliling keluarga.

 Tertanda 27 Apr. 2011 setengah jam sebelum tepat ke angka dua belas

0 komentar:

Posting Komentar